Skip to main content

KRISIS SOSIAL DI PAPUA

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

                Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas permasalahan sosial di Indonesia yaitu di Papua. Saya menulis artikel ini karena orang-orang masih belum mengetahui tentang berita ini dan kita sebagai warga Indonesia harus peduli dengan sesama termasuk Indonesia bagian timur ini. Saya mau mengajak kalian untuk lebih berempati terhadap bumi cendrawasih ini karena Ia kondisinya makin memburuk.

LATAR BELAKANG


                Pada pertengahan Agustus, tepatnya tanggal 15 Agustus 2019. Sejumlah pejabat dan personel Satpol PP kecamatan Tambaksari, Drs. Ridwan Mubarun datang ke asrama pondok pesantren mahasiswa bernama Asrama Kamasan. Ridwan dan pejabat lainnya serta mahasiswa berkumpul di depan gerbang asrama untuk menancapkan bendera Merah Putih. "Biar saya yang pasang bendera daripada ormas yang datang ke sini.", kata Ridwan.

                 Pada tanggal 16 Agustus 2019, Pejabat (yang tidak memberikan nama nya tersebut) meng-claim bahwa tiang bendera yang kemaren di pasang di depan gerbang asrama tersebut sudah pindah atau tergeser sedikit ke rumah sebelahnya. Sekitar pukul 09.00 (menurut mahasiswa), rombongan koramil, dan polsekta mengecat ulang tiang bendera dan meletakkan tiang bendera kembali ke titik awal. Sebelum pukul 16.00 sore, rombongan koramil, polsekta dan pejabat kecamatan datang kembali ke asrama. Pasalnya, tiang bendera yang sudah di cat ulang dan diletakkan kembali ke titik awal, terlihat jatuh kedalam got di depan pagar asrama. Pimpinan RW menyebut bahwa foto yang beredar tersebut sudah di sebar di grup Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Pacar Keling, Tambaksari.


Hukum
Foto bendera dalam got yang diterima pimpinan RW kawasan asrama Kamasan.

Jadi, siapa yang merusak bendera Merah Putih tersebut?

                Menurut mahasiswa Papua di Surabaya tersebut berkata bahwa kita tidak tahu soal bendera yang jatuh ke got. Tetapi, kita tahu saat TNI datang dengan Satpol PP yang main hakim sendiri dengan seenaknya. Pimpinan RW juga tidak tahu siapa dalang dari peristiwa tersebut.
                Sejak beredarnya foto tersebut ke publik, banyak sekali TNI, Satpol PP, Tentara, dan Polisi datang ke asrama Kamasan. Sejumlah kata-kata rasial ke arah mahasiswa Papua dan menudingkan-nudingkan ke arah penghuni asrama.

Papua
Sejumlah tentara yang terlihat di depan asrama Kamasan, 16 Agustus lalu.

                Pada hari kemederkaan Indonesia, tepatnya tanggal 17 Agustus 2019, Pukul 02.00 pagi, menurut Sahura, mahasiswa asal Surabaya tertangkap polisi dengan alih-alih "mengamankan". Sekitar pukul 13.00 siang, puluhan orang berkumpul di depan asrama, Warga sipil dan aparat juga ikut berkumpul disana. Jelang pukul 15.00 sore, kepolisian memberikan peringatan terhadap penghuni asrama untuk menyerahkan diri ke aparat. Tak lama sesudahnya, gas air mata dilemparkan oleh pihak kepolisian dan mendobrak gerbang asrama bersama dengan aparat Brimob bersenjata.


Papua
Penghuni Asrama Kamasan mengangkat tangan tanda saat aparat kepolisian menangkap mereka.

Mengapa aparat begitu berkeras dengan bendera?

                Pimpinan RW menghimbau agar pengibaran bendera sudah harus di ibarkan sebelum tanggal 1 Agustus ini. Pimpinan RW juga berkatau kalau pengibaran ini tidak "wajib". Di sisi lain, Letkom Imam Haryadi menegaskan kalau pengibaran bendera Merah Putih ini wajib dikibarkan untuk mendorong kesan "bela negara".

PASCA TRAGEDI DI ASRAMA KAMASAN


                Pada 19 Agustus 2019, ribuan orang berunjuk rasa di Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat. Unjuk rasa ini berubah menjadi kerusuhan yang mengakibatkan terbakarnya gedung DPRD setempat. Menurut laporan pemerintah, tiga petugas polisi terluka akibat lemparan batu dari para pengunjuk rasa. Selain fasilitas umum, beberapa properti pribadi juga dibakar. Beberapa dari para pengunjuk rasa membawa bendera Bintang Kejora - bendera lama Nugini Belanda yang digunakan oleh Organisasi Papua Merdeka - sambil meneriakkan slogan-slogan pro kemerdekaan. Di Indonesia, tindakan tersebut dapat dihukum hingga 15 tahun penjara. Wakil gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani mengatakan bahwa ekonomi kota sepenuhnya lumpuh akibat protes yang dilakukan. Menurut juru bicara Komite Nasional Papua Barat, seorang pemrotes wanita ditembak di pergelangan kaki saat mengikuti aksi unjuk rasa di Manokwari. Angkatan Bersenjata Indonesia mengatakan kepada media bahwa 300 tentara dikerahkan ke Manokwari pada 21 Agustus.

                Unjuk rasa juga terjadi di Sorong, dan di sana dilaporkan terdengar suara tembakan. Menanggapi cercaan "monyet" di Surabaya, beberapa pengunjuk rasa berpakaian monyet. Massa menyerbu Bandar Udara Domine Eduard Osok dan melemparkan batu ke jendela kaca bandara, mengakibatkan kerusakan pada gedung terminal. Serangan itu juga sempat mengganggu operasi bandara untuk sementara waktu. Selain dari bandara, penjara kota juga dibakar, mengakibatkan 258 orang narapidana serta tahanan melarikan diri dan melukai beberapa penjaga penjara. Meskipun demikian, pada 23 Agustus, seorang petugas penjara mencatat bahwa sebagian besar tahanan yang melarikan diri hanya berusaha untuk melarikan diri dari api dan memeriksa keluarga mereka, dan kebanyakan pelarian telah kembali ke penjara tersebut.
                Sekitar 4.000-5.000 pemrotes berunjuk rasa di kota penambangan Timika, menyebabkan kerusakan pada sebuah hotel di dekat gedung DPRD Kabupaten Mimika. Bentrokan lebih lanjut antara pengunjuk rasa dan polisi terjadi di depan gedung DPRD Mimika, ketika polisi membubarkan kerumunan orang menunggu bupati Mimika, Eltinus Omaleng. Lusinan orang akhirnya ditangkap, didakwa merusak hotel atau memaksa toko reparasi mobil lokal untuk menyediakan ban bagi para pengunjuk rasa untuk dibakar. 3 polisi juga dilaporkan terluka akibat bentrokan tersebut.
                Pada tanggal 27 Agustus, Gubernur Papua Lukas Enembe mengunjungi gedung para mahasiswa Papua di Surabaya. Akan tetapi, ia langsung ditolak oleh mereka, yang sebelumnya telah menolak semua pengunjung dengan memasang spanduk bertuliskan 'Siapapun yang datang kami tolak'.
                Kericuhan kembali terjadi di Bumi Cenderawasih, kali ini di Kota Wamena, Kota Jayapura Provinsi Papua. Pembakaran dan suara tembakan beruntun terdengar di sana. Berdasarkan kronologi yang terhimpun, kekacauan ini dipicu hoaks yang beredar di masyarakat pada minggu sebelumnya. Hoaks itu menyebut ada seorang guru yang mengeluarkan kata-kata rasis kepada muridnya, sehingga memicu kemarahan sejumlah warga. Untuk menunjukkan solidaritas melawan ujaran berbau rasis yang beredar, sekumpulan siswa SMA PGRI dan masyarakat kurang lebih berjumlah 200 orang berjalan menuju sebuah sekolah di Wamena, Senin (23/9/2019) pukul 09.00 waktu setempat. Namun dalam perjalanannya, jumlah massa bertambah hingga akhirnya kericuhan pecah di beberapa titik seperti Kantor Bupati Jayawijaya dan sepanjang Jalan Sudirman.


KESIMPULAN

                
                Menurut saya, hal seperti ini merupakan hal sepele tetapi dapat menimbulkan berbagai macam masalah yang lebih serius kerena hal-hal seperti yang tadi yaitu hoax dan sosial media. Di jaman modern ini seharusnya, orang-orang sudah tahu mana informasi yang terpercaya dan tidak, dan tidak harus menerima informasi tersebut secara mentah-mentah, tetapi kita harus menelaah lagi informasi yang kita dapat dan kita bisa share informasi tersebut ke orang yang lebih terpercaya. Dan kembali ke kita lagi, apakah informasi tersebut manfaat bagi kita?, dan apakah orang-orang yang akan kita beri informasi tersebut bermanfaat bagi mereka juga?. Satu lagi, jika masalah yang sudah terselesaikan pada masa lalu, sebaiknya jangan kita ungkit-ungkit lagi karena bisa membuat orang ke-trigger dan bisa membuat masalah yang baru.

                Jadi, itulah opini saya dari berita, sosial media, video, dan pemahaman saya tentang krisis/kejadian/tragedi di Papua ini. Terima kasih karena sudah membaca atau yang hanya cuma mampir ke sini untuk "iseng-iseng" membaca berita menurut opini saya. Mohon maaf apabila banyak penulisan yang kurang, dan saya akan menerima kritikan dari kalian.

Terima Kasih, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Comments